Jajang Muhariyansah: Dari Taiwan, Saya Miris Melihat Polisi Anarkis dan DPR Abai pada Rakyat

Peristiwa memilukan yang terjadi pada (28/8) kemarin, ketika seorang pengemudi ojek online (ojol) menjadi korban terlindas mobil rantis kepolisian di tengah aksi demonstrasi, benar-benar melukai nurani publik. Aparat kepolisian yang seharusnya menjadi garda terdepan penjaga keamanan justru menunjukkan wajah buruk dengan tindakan yang mencederai rasa keadilan. Insiden ini bukan sekadar soal “kesalahan teknis” atau “kepanikan” di lapangan, melainkan cermin kegagalan manajemen aksi dan mitigasi risiko aparat negara dalam menghadapi gelombang aspirasi masyarakat.

Jajang Muhariyansah, Ketua Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PC IPNU) Musi Rawas sekaligus Ketua Dewan Perwakilan Perhimpunan Pelajar Indonesa Taiwan (DP PPI Taiwan), mengecam keras tindakan anarkisme aparat. Ia menegaskan bahwa segala bentuk anarkisme, baik dari pihak pendemo maupun aparat, tidak bisa dibenarkan. Namun, sebagai institusi resmi negara, kepolisian memiliki tanggung jawab moral dan hukum yang jauh lebih besar. 

“Polisi memiliki data, memiliki intelijen, memiliki perangkat hukum, sehingga tidak ada alasan untuk bertindak brutal dan merugikan rakyat. Kalau ‘kepanikan’ dijadikan tameng, maka itu bukti nyata ketidaksiapan dan lemahnya sistem kepolisian dalam mengelola aksi massa,” tegas Jajang.

Lebih jauh, ia menilai bahwa insiden ini juga menggambarkan krisis kepekaan di tubuh elit politik. DPR RI yang seharusnya menjadi wakil rakyat justru tampak abai dan tidak menunjukkan keprihatinan mendalam atas situasi bangsa yang semakin terpuruk. Dalam kondisi ekonomi yang sulit, rakyat menjerit dengan harga kebutuhan pokok yang naik, pengangguran yang tinggi, serta ruang demokrasi yang kian menyempit, justru parlemen terlihat sibuk dengan agenda politik pragmatisnya. “Sebagai rakyat kecil, kami merasa DPR lebih memilih diam di menara gading daripada turun mendengar langsung suara jeritan masyarakat,” ujar Jajang.

Sebagai diaspora Indonesia yang kini sedang menempuh studi di Taiwan, Jajang mengaku miris dan sedih melihat keadaan tanah air yang semakin jauh dari cita-cita reformasi. Indonesia yang ia cintai, yang dulu diperjuangkan dengan darah dan air mata para pendiri bangsa, kini sedang tidak baik-baik saja. Aparat yang seharusnya mengayomi malah menakut-nakuti, wakil rakyat yang seharusnya menyuarakan kepentingan publik malah sibuk menjaga kepentingan golongan. “Dari jauh, hati saya hancur melihat negeri sendiri. Rakyat berkorban, aparat semena-mena, wakil rakyat bungkam. Ini bukan Indonesia yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa,” ungkapnya dengan nada kecewa.

PC IPNU Musi Rawas mendesak dua hal. Pertama, kepolisian harus segera mengusut tuntas kasus ojol yang menjadi korban tabrakan mobil rintis polisi. Proses hukum harus transparan, terbuka, dan memastikan pelaku mendapatkan sanksi setimpal tanpa tebang pilih. Kedua, DPR RI harus bangun dari tidurnya, berhenti menutup mata, dan benar-benar kembali menjalankan fungsi pengawasan terhadap aparat serta memperjuangkan suara rakyat yang semakin terpinggirkan.

Berikut pernyataan resmi PC IPNU Musi Rawas 

1. IPNU Musi Rawas mendesak Presiden Republik Indonesia untuk mencopot Listyo Sigit Prabowo dari jabatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia

2. ⁠IPNU Musi Rawas menuntut transparansi dan akuntabilitas dalam proses hukum kasus tersebut

3. ⁠IPNU Musi Rawas menegaskan komitmen Pelajar NU untuk terus mengawal Demokrasi, Supremasi Hukum dan Keadilan Sosial

Jajang menegaskan, jika aparat dan lembaga negara terus bersikap abai dan arogan, maka kepercayaan publik akan semakin runtuh. Negara ini bisa kehilangan legitimasi sosial jika kekuasaan hanya dijalankan untuk melanggengkan kepentingan segelintir elit. “Kami, para pelajar, akan terus bersuara. Meski jauh dari tanah air, saya merasa wajib menyampaikan kegelisahan ini. Indonesia adalah rumah kita bersama, dan tidak ada satu pun yang boleh merusak rumah itu dengan kesewenang-wenangan,” tutupnya.

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال