Lubuklinggau – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan mengungkap adanya pelanggaran dalam pengelolaan Belanja Jasa Tenaga Honorer di lingkungan Pemerintah Kota Lubuk Linggau sepanjang tahun anggaran 2024. Sebanyak 67 tenaga honorer diangkat oleh 16 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tanpa mematuhi regulasi yang berlaku.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), pengangkatan tenaga honorer dilakukan tanpa analisis kebutuhan serta tanpa koordinasi dengan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM). Kebijakan ini juga melanggar Surat Edaran Wali Kota Nomor 800/0821/BKPSDM/2024 yang melarang rekrutmen tenaga honorer tanpa persetujuan resmi.
Temuan mencakup 16 SKPD di lingkungan Pemkot Lubuk Linggau. Khusus di Dinas Perhubungan, dari 58 tenaga honorer yang ada, 12 di antaranya terindikasi bermasalah. Tercatat 10 orang tidak disiplin hadir, sementara dua lainnya masih menerima gaji meski sudah tidak aktif bekerja. Bahkan ada satu tenaga honorer yang pindah ke Solo sejak 2023, namun tetap menerima pembayaran hingga November 2024.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Perhubungan Lubuk Linggau menyatakan bahwa pihaknya telah memberikan sanksi disiplin kepada 10 tenaga honorer yang tidak hadir secara disiplin. Sementara dua orang tenaga honorer yang tidak aktif bekerja telah diberhentikan. Ia juga menegaskan bahwa ke depan sistem absensi akan diperketat menggunakan fingerprint (sidik jari) guna mencegah manipulasi kehadiran. Senin (23/06/2025).
Temuan ini terjadi di Kota Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, dengan masa pelaksanaan belanja jasa berlangsung sepanjang tahun 2024. Per 31 Oktober 2024, Pemkot telah merealisasikan belanja jasa senilai Rp62,9 miliar dari total anggaran belanja barang dan jasa sebesar Rp341,15 miliar.
BPK menyebut lemahnya pengawasan kepala SKPD sebagai penyebab utama. Kepala dinas terkait tidak memedomani aturan kepegawaian dan tidak menindak pegawai yang tidak disiplin. Selain itu, fungsi pengawasan internal di Dinas Perhubungan juga dinilai belum berjalan optimal.
Akibat kelalaian tersebut, keuangan daerah terbebani hingga Rp626.250.000,00. Dari jumlah tersebut, Rp576 juta berasal dari pengangkatan honorer tanpa izin, dan Rp50 juta dari pembayaran kepada tenaga honorer yang tidak menjalankan tugas secara layak. Sebagian kelebihan pembayaran senilai Rp14 juta telah dikembalikan ke kas daerah.
Wali Kota Lubuk Linggau menyatakan sependapat dengan temuan BPK dan berkomitmen menindaklanjuti rekomendasi. BPK meminta Wali Kota untuk memerintahkan 16 kepala SKPD berkoordinasi dengan BKPSDM terkait status kepegawaian honorer, serta meminta Kepala Dinas Perhubungan menindak dua pegawai fiktif dan menjatuhkan sanksi pada pegawai yang tidak disiplin.
Catatan Redaksi: Berita ini disusun berdasarkan LHP BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan, Pihak terkait diberi ruang klarifikasi dan berkomitmen melakukan perbaikan administratif.